Kamis, 07 Mei 2015

Pengaruh Penyaluran Kredit Pada UMKM Kreatif



I PENDAHULUAN




1.1. Latar Belakang




Jika berbicara ekonomi kreatif itu intinya mempunyai nilai tambah. Dengan kreatifitas itu bisa menjual produk tersebut.Akan didorong pelaku industri kreatif menggandeng desainer sebagai upaya pengembangan produk selalu berinovasi.Satu produk bisa menjadi produk bernilai jual tinggi dengan sentuhan dan pengembangan merek serta terdaftar Hak Kekayaan Intelektual.Untuk bisa masuk pasar ekspor harus memahami selera konsumen. Dengan memfasilitasi antara buyer dengan pelaku industri kreatif dengan mengadakan pameran berkelas internasional.Ekonomi kreatif merupakan pendapatan yang bisa membantu sektor perpajakan. Upaya pemerintah mengembangkan ekonomi kreatif sesuai dengan Instruksi Presiden No 6/2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif Tahun 2009-2015. Bank Indonesia menyebutkan penyaluran kredit usaha mikro kecil dan menengah kepada sektor industri kreatif berkisar 17,4% atau relatif kecil dibandingkan dengan non industri kreatif. Data BI mencatat penyaluran kredit untuk industri kreatif per Agustus 2014 senilai Rp115,4 triliun (17,4%), sedangkan kredit non-industri kreatif Rp535,8 triliun (82,6%). Sementara kredit untuk sektor kerajinan Rp52,7 triliun (46,8%), fesyen Rp26,3 triliun (23,3%) dan desain senilai Rp14,8 triliun (13,1%). Berdasarkan komposisi usaha di Indonesia untuk industri kreatif hanya 9,67%. Oleh karena itu, perbankan perlu mendorong penyaluran kredit supaya industri ini berkembang pesat. Program BI tahun depan yakni memberikan pelatihan pencatatan keuangan. Dalam hal ini, para pelaku UMKM diajari untuk menggunakan metode keuangan secara baik. Pencatatan keuangan bagi industri kecil, sangat penting mengingat perbankan akan menyalurkan kredit dengan mengecek terlebih dulu sejauh mana perusahaan itu dapat membuat neraca keuangan, rugi-laba, cash flow, cash in, dan cash out flow. Perbankan tidak semudah memberikan kredit kepada perusahaan besar dengan manajemen keuangan yang sudah tertata rapi.Jika pencatatan keuangan sudah rapi, diyakini bank akan segera menyalurkan kredit. Karena bank sudah tahu siapa saja yang layak diberikan kredit. Program BI dalam pencatatan keuangan bagi industri kecil atau industri kreatif akan direalisasikan dengan menggandeng dengan beberapa universitas.Rencananya, program tersebut akan dibuat silabus khusus untuk mempermudah pelaku UMKM memahaminya. Selanjutnya diharapkan porsi penyaluran kredit bagi industri kreatif semakin besar.Step by step akan didorong pelaku industri kecil untuk memperbaiki manajemen keuangan.Kontribusi industri kreatif terhadap produk domestik bruto Indonesia meningkat setiap tahun. Pada 2010-2013 industri ini merupakan penyumbang PDB ketujuh dari 10 sektor ekonomi atau 7,05% setara dengan Rp641,8 miliar. Adapun dari 15 subsektor industri kreatif yang memiliki nilai tambah bruto terbesar yakni kuliner senilai Rp208,6 miliar (32,51%) dan terendah pasar seni dan barang antik dengan kontribusi NTB senilai Rp2,01 miliar.Ekonomi kreatif sudah ada sejak lama. Namun perhatian pemerintah baru digarap serius pada 2004 atau era mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Indonesia juga telah mengalami krisis ekonomi yang menyebabkan jatuhnya perekonomian nasional. Banyak usaha-usaha skala besar pada berbagai sektor termasuk industri, perdagangan, dan jasa yang mengalami stagnasi bahkan sampai terhenti aktifitasnya pada tahun 1998. Namun, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dapat bertahan dan menjadi pemulih perekonomian di tengah keterpurukan akibat krisis moneter pada berbagai sektor ekonomi. Kegiatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu bidang usaha yang dapat berkembang dan konsisten dalam perekonomian nasional. UMKM menjadi wadah yang baik bagi penciptaan lapangan pekerjaan yang produktif. UMKM merupakan usaha yang bersifat padat karya, tidak membutuhkan persyaratan tertentu seperti tingkat pendidikan, keahlian (keterampilan) pekerja, dan penggunaan modal usaha relatif sedikit serta teknologi yang digunakan cenderung sederhana. UMKM masih memegang peranan penting dalam perbaikan perekonomian Indonesia, baik ditinjau dari segi jumlah usaha, segi penciptaan lapangan kerja, maupun dari segi pertumbuhan ekonomi nasional yang diukur dengan Produk Domestik Bruto. Pada pemerintahan baru, akan dibentuk suatu badan atau wadah yang menangani dan mengelola ekonomi kreatif se-Indonesia.Di mana badan itu bertanggungjawab langsung kepada Presiden Joko Widodo. Semoga dengan pemerintahan baru ini, ekonomi kreatif mendapatkan perhatian penuh.




2.1.3 Peranan UMKM 


di Bidang Sosial Sulistyastuti (2004) berpendapat bahwa UMKM mampu memberikan manfaat sosial yaitu mereduksi ketimpangan pendapatan, terutama di negaranegara berkembang. Peranan usaha kecil tidak hanya menyediakan barang-barang dan jasa bagi konsumen yang berdaya beli rendah, tetapi juga bagi konsumen perkotaan lain yang berdaya beli lebih tinggi. Selain itu, usaha kecil juga 17 menyediakan bahan baku atau jasa bagi usaha menengah dan besar, termasuk pemerintah lokal. Tujuan sosial dari UMKM adalah untuk mencapai tingkat kesejahteraan minimum, yaitu menjamin kebutuhan dasar rakyat.




2.1.4. Ekonomi Kreatif 


Era ekonomi kreatif merupakan pergeseran dari era ekonomi pertanian, era industrialisasi, dan era informasi. Departemen perdagangan (2008) mendefinisikan ekonomi kreatif sebagai wujud dari upaya mencari pembangunan yang berkelanjutan melalui kreativitas, yang mana pembangunan berkelanjutan adalah suatu iklim perekonomian yang berdaya saing dan memiliki cadangan sumber daya yang terbarukan. Peran besar yang ditawarkan ekonomi kreatif adalah pemanfaatan cadangan sumber daya yang bukan hanya terbarukan, bahkan tak terbatas, yaitu ide, gagasan, bakat atau talenta, dan kreativitas. Ekonomi kreatif terdiri dari kelompok luas profesional, terutama mereka yang berada di dalam industri kreatif yang memberikan sumbangan terhadap garis depan inovasi. Mereka seringkali mempunyai kemampuan berpikir menyebar dan mendapatkan pola yang menghasilkan gagasan baru. Claire (2009) menulis tentang bagaimana menumbuhkan ekonomi kreatif di Tacoma, USA dengan menggunakan sebuah eksperimen yang diberi nama “Tacoma Experiment”. Dalam eksperimen ini direkrut 30 orang dengan latar belakang profesi dari berbagai bidang, diantaranya adalah dari bidang bisnis, pemerintahan, pendidikan, pekerja seni, dan bidang non-profit untuk bekerja selama setahun. Proses proyek eksperimen ini lebih kepada bagaimana 30 orang tersebut saling menjaga komunikasi antara satu dengan lainnya sehingga tercipta hubungan yang baik antara masing-masing orang. Inti dari penelitian tersebut adalah sharing atau saling bertukar ide dan informasi antar individu dapat meningkatkan nilai kreativitas seseoarang. Nilai kreatifitas seseorang diyakini akan meningkat dengan adanya komunikasi tersebut. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian tersebut yang ingin menunjukkan bagaimana sebuah kota dapat menyatukan orang-orang dari berbagai bidang profesi, pebisnis, pemerintah, serta sektor-sektor non profit dalam menciptakan ekonomi kreatif yang lebih kuat. Penelitian tersebut cukup memberikan gambaran mengenai pengembangan ekonomi kreatif. Togar (2008) menambahkan situasi bisnis yang persaingannya paling kejam tergambarkan kepada kita dalam ekonomi kreatif. Apabila ingin terus tumbuh dan berkembang, kelas kreatif di tidak pernah berpuas diri dan selalu mencari jalan untuk berinovasi. Kepandaian dalam membaca peluang, kecepatan menghadirkan produk dalam merebut peluang, kecermatan dalam memperhitungkan tingkat risiko berikut dengan rencana cadangan, kemampuan berkolaborasi dengan pihak lain, dan siasat yang jitu dalam menghadapi persaingan merupakan kunci sukses dalam industri ini. Oleh karena itu, ekonomi kreatif dapat dikatakan sebagai sistem transaksi penawaran dan permintaan yang bersumber pada kegiatan ekonomi yang digerakkan oleh sektor industri yang disebut Industri Kreatif. Industri kreatif merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ekonomi kreatif. Istilah industri kreatif sendiri memiliki definisi yang beragam. Definisi industri kreatif yang saat ini banyak digunakan oleh pihak yang berkecimpung dalam industri kreatif adalah definisi berdasarkan UK DCMS Task Force dalam Primorac (2006) : “Creative Industries as those industries which have their origin in individual creativity, skill and talent, and which have a potential for wealth and job creation through the generation and exploitation of intellectual property and content”. Departemen Perdagangan (2008) mendefinisikan industri kreatif sebagai industri yang berasal dari pemanfaatan kreatifitas, ketrampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta industri tersebut. Klasifikasi industri kreatif yang ditetapkan oleh tiap negara berbeda-beda. Tidak ada benar dan salah dalam pengklasifikasian industri kreatif. Hal tersebut tergantung dari tujuan analitik dan potensi suatu negara. Industri kreatif terbagi menjadi 14 sektor antara lain periklanan, arsitektur, pasar barang seni, kerajinan, desain, busana, video, film, dan fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer dan peranti lunak, televisi dan radio, serta riset dan pengembangannya. Kathrin Muller, Christian Rammer, dan Johannes Truby (2008) mengemukakan tiga peran industri kreatif terhadap inovasi ekonomi dalam penelitiannya di Eropa. Yang pertama, industri kreatif adalah sumber utama dari ide-ide inovatif potensial yang berkontribusi terhadap pembangunan/inovasi produk barang dan jasa. Kedua, industri kreatif menawarkan jasa yang dapat digunakan sebagai input dari aktivitas inovatif perusahaan dan organisasi baik yang berada di dalam lingkungan industri kreatif maupun yang berada diluar industri kreatif. Terakhir, industri kreatif menggunakan teknologi secara intensif sehingga dapat mendorong inovasi dalam bidang teknologi tersebut. Industri 20 kreatif digambarkan sebagai kegiatan ekonomi yang berkeyakinan penuh pada kreativitas individu. Industri kreatif perlu dikembangkan di Indonesia karena memiliki beberapa alasan. Pertama, dapat memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan seperti peningkatan lapangan pekerjaan, peningkatan ekspor, dan sumbangannya terhadap PDB. Kedua, menciptakan iklim bisnis positif yang berdampak pada sektor lain. Ketiga, membangun citra dan identitas bangsa seperti turisme, ikon Nasional, membangun budaya, warisan budaya, dan nilai lokal. Keempat, berbasis kepada sumber daya yang terbarukan seperti ilmu pengetahuan dan peningkatan kreatifitas. Kelima, menciptakan inovasi dan kreativitas yang merupakan keunggulan kompetitif suatu bangsa. Terakhir, dapat memberikan dampak sosial yang positif seperti peningkatan kualitas hidup dan toleransi sosial.




BAB III METODE PENILITIAN




3.1. Metode Pendekatan Masalah

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Hal ini dikarenakan metodologi penelitian kualitatif adalah suatu penelitian ilmiah yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti. Alamiah disini mempunyai arti bahwa penelitian kualitatif dilakukan dalam lingkungan yang alami tanpa adanya intervensi atau perlakuan yang diberikan oleh peneliti. Sangat tidak dibenarkan untuk memanipulasi atau mengubah latar penelitian (Moleong, 2005). Denzin dan Lincoln (1994) menganggap metodologi kualitatif mampu menggali pemahaman yang mendalam mengenai organisasi atau peristiwa khusus daripada mendeskripsikan bagian permukaan dari sampel besar dari sebuah populasi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan dalam rangka memahami kondisi UMKM berbasis ekonomi kreatif secara mendalam dengan latar alamiah tanpa adanya intervensi atau manipulasi baik dari penulis sendiri maupun dari pihak lain. Penulis menggunakan model fenomenologi dalam pendekatan kualitatif dimana model ini berusaha memahami arti dari suatu peristiwa yang terjadi karena adanya interaksi dari pihak-pihak yang terlibat, dimana pihak-pihak yang terlibat tersebut memiliki pemahaman atau interpretasi masing-masing (intersubjektif) terhadap setiap peristiwa yang akan menentukan tindakannya. Creswell (1998) menambahkan bahwa dalam disiplin ilmu-ilmu sosial, model fenomenologi lebih sesuai dengan pendekatan psikologi yang memfokuskan pada arti pengalaman individual dari subjek yang diteliti. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk memahami secara lebih baik dan mendalam tentang kondisi serta permasalahan yang dihadapi oleh pelaku UMKM berbasis ekonomi kreatif. Pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM) UKM adalah singkatan dari usaha kecil dan menengah. Ukm adalah salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara maupun daerah, begitu juga dengan negara indonesia ukm ini sangat memiliki peranan penting dalam lajunya perekonomian masyarakat. Ukm ini juga sangat membantu negara/pemerintah dalam hal penciptaan lapangan kerja baru dan lewat ukm juga banyak tercipta unit unit kerja baru yang menggunakan tenaga-tenaga baru yang dapat mendukung pendapatan rumah tangga. Selain dari itu ukm juga memiliki fleksibilitas yang tinggi jika dibandingkan dengan usaha yang berkapasitas lebih besar. Ukm ini perlu perhatian yang khusus dan di dukung oleh informasi yang akurat, agar terjadi link bisnis yang terarah antara pelaku usaha kecil dan menengah dengan elemen daya saing usaha, yaitu jaringan pasar. Terdapat dua aspek yang harus dikembangkan untuk membangun jaringan pasar, aspek tersebut. Kinerja nyata yang dihadapi oleh sebagian besar usaha terutama mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia yang paling menonjol adalah rendahnya tingkat produktivitas, rendahnya nilai tambah, dan rendahnya kualitas produk. Walau diakui pula bahwa UMKM menjadi lapangan kerja bagi sebagian besar pekerja di Indonesia , tetapi kontribusi dalam output nasional di katagorikan rendah. Hal ini dikarenakan UMKM, khususnya usaha mikro dan sektor pertanian (yang banyak menyerap tenaga kerja), mempunyai produktivitas yang sangat rendah. Bila upah dijadikan produktivitas, upah rata-rata di usaha mikro dan kecil umumnya berada dibawah upah minimum. Kondisi ini merefleksikan produktivitas sektor mikro dan kecil yang rendah bila di bandingkan dengan usaha yang lebih besar. Untuk meningkatkan daya saing UMKM diperlukan langkah bersama untuk mengangkat kemampuan teknologi dan daya inovasinnya. Dalam hal ini inovasi berarti sesuatu yang baru bagi si penerima yaitu komunitas UMKM yang bersangkutan. Kemajuan ekonomi terkait dengan tingkat perkembangan yang berarti tahap penguasaan teknologi. sebagian terbesar bersifat STATIS atau tidak terkodifikasi dan dibangun di atas pengalaman. Juga bersifat kumulatif ( terbentuk secara ‘incremental’ dan dalam waktu yang tertentu ). Waktu penguasaan teknologi ini bergantung pada sektor industrinya ( ‘sector specific’) dan proses akumulasinya mengikuti trajektori tertentu yang khas. Di antara berbagai faktor penyebabnya, rendahnya tingkat penguasaan teknologi dan kemampuan wirausaha di kalangan UMKM menjadi isue yang mengemuka saat ini. Pengembangan UMKM secara parsial selama ini tidak banyak memberikan hasil yang maksimal terhadap peningkatan kinerja UMKM, perkembangan ekonomi secara lebih luas mengakibatkan tingkat daya saing kita tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga kita seperti misalnya cina dan Malaysia. Karena itu kebijakan bagi UMKM bukan karena ukurannya yang kecil, tapi karena produktivitasnya yang rendah. Peningkatan produktivitas pada UMKM, akan berdampak luas pada perbaikan kesejahteraan rakyat karena UMKM adalah tempat dimana banyak orang menggantungkan sumber kehidupannya. Salah satu alternatif dalam meningkatkan produktivitas UMKM adalah dengan melakukan modernisasi sistem usaha dan perangkat kebijakannya yang sistemik sehingga akan memberikan dampak yang lebih luas lagi dalam meningkatkan daya saing daerah. Ciri-ciri perusahaan kecil dan menengah di Indonesia, secara umum adalah:

· Manajemen berdiri sendiri, dengan kata lain tidak ada pemisahan yang tegas antara pemilik dengan pengelola perusahaan. Pemilik adalah sekaligus pengelola dalam UKM. Modal disediakan oleh seorang pemilik atau sekelompok kecil pemilik modal.

· Daearh operasinya umumnya lokal, walaupun terdapat juga UKM yang memiliki orientasi luar negeri, berupa ekspor ke negara-negara mitra perdagangan.

· Ukuran perusahaan, baik dari segi total aset, jumlah karyawan, dan sarana prasarana yang kecil Usaha Kecil Menengah tidak saja memiliki kekuatan dalam ekonomi, namun juga kelemahan, berikut ini diringkas dalam bentuk tabel: Kekuatan dan Kelemahan UKM KEKUATAN KELEMAHAN · KEBEBASAN UNTUK BERTINDAK · MODAL DALAM PENGEMBANGAN TERBATAS · MENYESUAIKAN KEPADA KEBUTUHAN SETEMPAT

· SULIT UNTUK MENDAPATKAN KARYAWAN

· PERAN SERTA DALAM MELAKUKAN USAHA/TINDAKAN

· RELATIF LEMAH DALAM SPESIALISASI Segala usaha bisnis dijalankan dengan azas manfaat, yaitu bisnis harus dapat memberikan manfaat tidak saja secara ekonomi dalam bentuk laba usaha, tetapi juga kelangsungan usaha. Beberapa faktor penentu keberhasilan usaha adalah:

· Kemampuan mengembangkan dan mengimplementasikan rencana perusahaan, baik jangka pendek maupun panjang.

· Kapabilitas dan kompetensi manajemen.

· Perusahaan dapat memenuhi kebutuhan modal untuk menjalankan usaha. Krisis global dunia telah menggagalkan, bahkan membangkrutkan banyak bisnis di dunia. Di tengah krisis global yang melanda dunia tahun 2008-2009, Indonesia menjadi salah satu negara korban krisis global, walaupun kita telah belajar dari pengalaman sebelumnya bahwa sektor UKM tahan krisis, namun tetap saja harus ada kewaspadaan akan dampak krisis ini terhadap sektor UKM,dan ada beberapa tantangan UKM dalam menghadapi era krisis global yaitu :

· Tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan operasi. Kebanyakan UKM dikelola oleh perorangan yang merangkap sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan, serta memanfaatkan tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya.

· Sebagian besar usaha kecil ditandai dengan belum dipunyainya status badan hukum. Mayoritas UKM merupakan perusahaan perorangan yang tidak berakta notaris, 4,7% tergolong perusahaan perorangan berakta notaris, dan hanya 1,7% yang sudah memiliki badan hukum (PT/ NV, CV, Firma, atau koperasi).

· Masalah utama yang dihadapi dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja adalah tidak terampil dan mahalnya biaya tenaga kerja. Regenerasi perajin dan pekerja terampil relatif lambat. Akibatnya, di banyak sentra ekspor mengalami kelangkaan tenaga terampil untuk sektor tertentu.

· Dalam bidang pemasaran, masalahnya terkait dengan banyaknya pesaing yang bergerak dalam industri yang sama, relatif minimnya kemampuan bahasa asing sebagai suatu hambatan dalam melakukan negosiasi, dan penetrasi pasar di luar negeri. Dan salah satu langkah strategis untuk mengamankan UKM dari ancaman dan tantangan krisis global adalah dengan melakukan penguatan pada multi-aspek. Salah satu yang dapat berperan adalah aspek kewirausahaan. Wirausaha dapat mendayagunakan segala sumber daya yang dimiliki, dengan proses yang kreatif dan inovatif, menjadikan UKM siap menghadapi tantangan krisis global. Beberapa peran kewirausahaan dalam mengatasi tantangan di UKM adalah:

1.Memiliki daya pikir kreatif, yang meliputi:

a) Selalu berpikir secara visionaris (melihat jauh ke depan), sehingga memiliki perencanaan tidak saja jangka pendek, namun bersifat jangka panjang (stratejik).

b) Belajar dari pengalaman orang lain, kegagalan, dan dapat terbuka menerima kritik dan saran untuk masukan pengembangan UKM.

2.Bertindak inovatif, yaitu:

a) berusaha meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas dalam setiap aspek kegiatan UKM.

b) Meningkatkan kewaspadaan dalam menghadapi persaingan bisnis.

3.Berani mengambil resiko, dan menyesuaikan profil resiko serta mengetahui resiko dan manfaat dari suatu bisnis. UKM harus memiliki manajemen resiko dalam segala aktivitas usahanya. Sementara untuk mengatasi masalah yang ada di UKM saat ini, tidak saja dibutuhkan 3 sikap di atas, namun juga diperlukan langkah-langkah pendukung dari manajemen UKM, dalam aspek penataan manajemen UKM . Beberapa aspek pengelolaan manajemen UKM yang harus dibenahi dapat dibuat daftar nya sbb: key indicator pengelolaan UKM · Personil · Fasilitas fisik. · Akuntansi · Keuangan · Pembelian · Pengurusan barang dagangan · Penjualan/Marketing · Advertensi · Resiko · Penyelenggaraan sehari-hari Banyak text book yang telah mendefinisikan ciri-ciri kewirausahaan dari berbagai aspek, semisalnya gender, produk yang dihasilkan, usia, serta profil psikologis, seperti yang ditulis oleh Griffin & Ebert (2005) dan Boone (2007), yang dapat diringkas sbb:

1.Mempunyai hasrat untuk selalu bertanggung jawab bisnis dan sosial

2.Komitmen terhadap tugas

3. Memilih resiko yang moderat

4. Merahasiakan kemampuan untuk sukses

5. Cepat melihat peluang

6. Orientasi ke masa depan

7. Selalu melihat kembali prestasi masa lalu

8. Memiliki skill dalam organisasi

9. Toleransi terhadap ambisi

10. Fleksibilitas tinggi

Memang cukup berat tantangan yang dihadapi untuk memperkuat struktur perekonomian nasional. Pembinaan pengusaha kecil harus lebih diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pengusaha kecil menjadi pengusaha menengah. Namun disadari pula bahwa pengembangan usaha kecil menghadapi beberapa kendala seperti tingkat kemampuan, ketrampilan, keahlian, manajemen sumber daya manusia, kewirausahaan, pemasaran dan keuangan. Lemahnya kemampuan manajerial dan sumberdaya manusia ini mengakibatkan pengusaha kecil tidak mampu menjalankan usahanya dengan baik. Secara lebih spesifik, masalah dasar yang dihadapi pengusaha kecil adalah: Pertama, kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan memperbesar pangsa pasar. Kedua, kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh jalur terhadap sumber-sumber permodalan. Ketiga, kelemahan di bidang organisasi dan manajemen sumber daya manusia. Keempat, keterbatasan jaringan usaha kerjasama antar pengusaha kecil (sistem informasi pemasaran). Kelima, iklim usaha yang kurang kondusif, karena persaingan yang saling mematikan. Keenam, pembinaan yang telah dilakukan masih kurang terpadu dan kurangnya kepercayaan serta kepedulian masyarakat terhadap usaha kecil. Masalahnya kini, apakah kemitraan hanya sekedar retorika politis semata, ataukah memang secara kongkrit dan konsisten hendak diwujudkan dengan tindakan nyata? Komitmen kemitraan dirasakan bagaikan angin segar bagi kebanyakan usaha kecil. Harapan mereka adalah agar program kemitraan ini tidak hanya seperti angin sepoi-sepoi yang cepat berlalu. Semoga kemitraan tidak hanya sekedar menjadi mitos. Berdasarkan pemaparan UKM dan kewirausahaan di atas, maka penulis mengambilkesimpulan sbb:

•Usaha Kecil Menegah (UKM) Indonesia telah membuktikan perannya sebagai kontributor pertumbuhan ekonomi Indonesia, dengan membuktikan diri secarahistoris tahan terhadap krisis.

•Setidaknya ada 7 tantangan yang dihadapi oleh UKM dalam krisis finansial global yang dapat mengancam daya saing dan operasional UKM.

•Aspek kewirausahaan dapat berperan dalam menghadapi tantangan yang dihadapi UKM, yaitu bagaimana UKM harus dapat bertindak inovatif, berpikir kreatif, dan berani mengambil resiko. Penulis juga mengemukakan saran pengembangan UKM sebagai berikut:

•UKM harus memiliki manajemen resiko yang baik dalam rangka pengelolaan usaha, untuk itu disarankan adanya perhatian dan pengelolaan perusahaan berdasarkan kepada resiko yang ada.

•Kewirausahaan tidak akan berjalan jika tida memiliki sikap mental positif. Olehkarena itu, pelaku UKM diharapkan memiliki sikap mental positif sebagai syarautama untuk berpikir kreatif, bekerja secara inovatif, dan berani mengambil resiko.




PENGEMBANGAN KOPRASI DAN USAHA MIKRO,KECIL DAN MENENGAH.




A. Kondisi Umum

Pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan Koperasi merupakan langkah yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan perekonomian dari sebagian terbesar rakyat Indonesia, khususnya melalui penyediaan lapangan kerja dan mengurangi kesenjangan dan tingkat kemiskinan. Dengan demikian upaya untuk memberdayakan UMKM harus terencana, sistematis dan menyeluruh baik pada tataran makro, meso dan mikro yang meliputi (1) penciptaan iklim usaha dalam rangka membuka kesempatan berusaha seluas-luasnya, serta menjamin kepastian usaha disertai adanya efisiensi ekonomi; (2) pengembangan sistem pendukung usaha bagi UMKM untuk meningkatkan akses kepada sumber daya produktif sehingga dapat memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya, terutama sumber daya lokal yang tersedia; (3) pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif usaha kecil dan menengah (UKM); dan (4) pemberdayaan usaha skala mikro untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi di sektor informal yang berskala usaha mikro, terutama yang masih berstatus keluarga miskin. Selain itu, peningkatan kualitas koperasi untuk berkembang secara sehat sesuai dengan jati dirinya dan membangun efisiensi kolektif terutama bagi pengusaha mikro dan kecil. Perkembangan peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang besar ditunjukkan oleh jumlah unit usaha dan pengusaha, serta kontribusinya terhadap pendapatan nasional, dan penyediaan lapangan kerja. Pada tahun 2003, persentase jumlah UMKM sebesar 99,9 persen dari seluruh unit usaha, yang terdiri dari usaha menengah sebanyak 62,0 ribu unit usaha dan jumlah usaha kecil sebanyak 42,3 juta unit usaha yang sebagian terbesarnya berupa usaha skala mikro. UMKM telah menyerap lebih dari 79,0 juta tenaga kerja atau 99,5 persen dari jumlah tenaga kerja pada tahun 2004 jumlah UMKM diperkirakan telah melampaui 44 juta unit. Jumlah tenaga kerja ini meningkat rata-rata sebesar 3,10 persen per tahunnya dari posisi tahun 2000. Kontribusi UMKM dalam PDB pada tahun 2003 adalah sebesar 56,7 persen dari total PDB nasional, naik dari 54,5 persen pada tahun 2000. Sementara itu pada tahun 2003, jumlah koperasi sebanyak 123 ribu unit dengan jumlah anggota sebanyak 27.283 ribu orang, atau meningkat masing-masing 11,8 persen dan 15,4 persen dari akhir tahun 2001. Berbagai hasil pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan koperasi dan UMKM pada tahun 2004 dan 2005, antara lain ditunjukkan oleh tersusunnya berbagai rancangan peraturan perundangan, antara lain RUU tentang penjaminan kredit UMKM dan RUU tentang subkontrak, RUU tentang perkreditan perbankan bagi UMKM, RPP tentang KSP, tersusunnya konsep pembentukan biro informasi kredit Indonesia, berkembangnya pelaksanaan unit pelayanan satu atap di berbagai kabupaten/kota dan terbentuknya forum lintas pelaku pemberdayaan UKM di daerah, terselenggaranya bantuan sertifikasi hak atas tanah kepada lebih dari 40 ribu pengusaha mikro dan kecil di 24 propinsi, berkembangnya jaringan layanan pengembangan usaha oleh BDS providers di daerah disertai terbentuknya asosiasi BDS providers Indonesia, meningkatnya kemampuan permodalan sekitar 1.500 unit KSP/USP di 416 kabupaten/kota termasuk KSP di sektor agribisnis, terbentuknya pusat promosi produk koperasi dan UMKM, serta dikembangkannya sistem insentif pengembangan UMKM berorientasi ekspor dan berbasis teknologi di bidang agroindustri. Hasil-hasil tersebut, telah mendorong peningkatan peran koperasi dan UMKM terhadap perluasan penyediaan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan peningkatan pendapatan. Perkembangan UMKM yang meningkat dari segi kuantitas tersebut belum diimbangi oleh meratanya peningkatan kualitas UMKM. Permasalahan klasik yang dihadapi yaitu rendahnya produktivitas. Keadaan ini disebabkan oleh masalah internal yang dihadapi UMKM yaitu: rendahnya kualitas SDM UMKM dalam manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, dan pemasaran, lemahnya kewirausahaan dari para pelaku UMKM, dan terbatasnya akses UMKM terhadap permodalan, informasi, teknologi dan pasar, serta faktor produksi lainnya. Sedangkan masalah eksternal yang dihadapi oleh UMKM diantaranya adalah besarnya biaya transaksi akibat iklim usaha yang kurang mendukung dan kelangkaan bahan baku. Juga yang menyangkut perolehan legalitas formal yang hingga saat ini masih merupakan persoalan mendasar bagi UMKM di Indonesia, menyusul tingginya biaya yang harus dikeluarkan dalam pengurusan perizinan. Sementara itu, kurangnya pemahaman tentang koperasi sebagai badan usaha yang memiliki struktur kelembagaan (struktur organisasi, struktur kekuasaan, dan struktur insentif) yang unik/khas dibandingkan badan usaha lainnya, serta kurang memasyarakatnya informasi tentang praktek-praktek berkoperasi yang benar (best practices) telah menyebabkan rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi. Bersamaan dengan masalah tersebut, koperasi dan UMKM juga menghadapi tantangan terutama yang ditimbulkan oleh pesatnya perkembangan globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan bersamaan dengan cepatnya tingkat kemajuan teknologi. Secara umum, perkembangan koperasi dan UMKM dalam tahun 2006 diperkirakan masih akan menghadapi masalah mendasar dan tantangan sebagaimana dengan tahun sebelumnya, yaitu rendahnya produktivitas, terbatasnya akses kepada sumber daya produktif, rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi, dan tertinggalnya kinerja koperasi.




B. Sasaran Pembangunan tahun 2006

Sasaran pemberdayaan koperasi dan UMKM dalam tahun 2006 adalah:




1. Meningkatnya produktivitas dan nilai ekspor produk usaha kecil dan menengah;

2. Berkembangnya usaha koperasi dan UMKM di bidang agribisnis di perdesaan;

3. Tumbuhnya wirausaha baru berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi; dan

4. Berkembangnya usaha mikro di perdesaan dan/atau di daerah tertinggal dan kantong- kantong kemiskinan;

5. Meningkatnya jumlah koperasi yang dikelola sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi.




C. Arah Kebijakan Pembangunan tahun 2006

Kebijakan pemberdayaan koperasi dan UMKM dalam tahun 2006 secara umum diarahkan untuk mendukung upaya-upaya penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan, penciptaan kesempatan kerja dan peningkatan ekspor, serta revitalisasi pertanian dan perdesaan, yang menjadi prioritas pembangunan nasional dalam tahun 2006. Dalam kerangka itu, pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) diarahkan agar memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penciptaan kesempatan kerja, peningkatan ekspor dan peningkatan daya saing, sementara itu pengembangan usaha skala mikro diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan masyarakat berpendapatan rendah, khususnya di sektor pertanian dan perdesaan. Dalam rangka mendukung upaya penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan, dilakukan penyediaan dukungan dan kemudahan untuk pengembangan usaha ekonomi produktif berskala mikro/informal, terutama di kalangan keluarga miskin dan/atau di daerah tertinggal dan kantong-kantong kemiskinan. Pengembangan usaha skala mikro tersebut diarahkan untuk meningkatkan kapasitas usaha dan keterampilan pengelolaan usaha, serta sekaligus meningkatkan kepastian dan perlindungan usahanya, sehingga menjadi unit usaha yang lebih mandiri, berkelanjutan dan siap untuk tumbuh dan bersaing. Pemberdayaan koperasi dan UKM juga diarahkan untuk mendukung penciptaan kesempatan kerja dan peningkatan ekspor, antara lain melalui peningkatan kepastian berusaha dan kepastian hukum, pengembangan sistem insentif untuk menumbuhkan wirausaha baru berbasis teknologi dan/atau berorientasi ekspor, serta peningkatan akses dan perluasan pasar ekspor bagi produk-produk koperasi dan UKM. Dalam rangka itu, UKM perlu diberi kemudahan dalam formalisasi dan perijinan usaha, antara lain dengan mengembangkan pola pelayanan satu atap untuk memperlancar proses dan mengurangi biaya perijinan. Di samping itu dikembangkan budaya usaha dan kewirausahaan, terutama di kalangan angkatan kerja muda, melalui pelatihan, bimbingan konsultasi dan penyuluhan, serta kemitraan usaha. UMKM yang merupakan pelaku ekonomi mayoritas di sektor pertanian dan perdesaan adalah salah satu komponen dalam sistem pembangunan pertanian dan perdesaan. Oleh karena itu, kebijakan pemberdayaan UMKM di sektor pertanian dan perdesaan harus sejalan dengan dan mendukung kebijakan pembangunan pertanian dan perdesaan. Untuk itu, UMKM di perdesaan diberikan kesempatan berusaha yang seluas-luasnya dan dijamin kepastian usahanya dengan memperhatikan kaidah efisiensi ekonomi, serta diperluas aksesnya kepada sumberdaya produktif agar mampu memanfaatkan kesempatan usaha dan potensi sumberdaya lokal yang tersedia untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha agribisnis serta mengembangkan ragam produk unggulannya. Upaya ini didukung dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan lembaga keuangan lokal menjadi alternatif sumber pembiayaan bagi sektor pertanian dan perdesaan. Di samping itu, agar lembaga pembiayaan untuk sektor pertanian dan perdesaan menjadi lebih kuat dan tangguh, jaringan antar LKM dan antara LKM dan Bank juga perlu dikembangkan.


DAFTAR PUSTAKA


http://eprints.undip.ac.id/40407/1/UTAMA.pdf
http://financeroll.co.id/news/penyaluran-kredit-umkm-ke-sektor-industri-kreatif-sekitar-174/ http://www.neraca.co.id/article/51101/UMKM-Hadapi-Beban-Berat
http://financeroll.co.id/news/penyaluran-kredit-umkm-ke-sektor-industri-kreatif-sekitar-174/ http://www.neraca.co.id/article/51101/UMKM-Hadapi-Beban-Berat
https://applelovestory.wordpress.com/pengembangan-usaha-kecil-menengah-ukm/

Prosedur Kredit Pada Suatu Bank

Perekonomian di masyarakat semakin berkembang dengan melihat tingkat
keinginan lebih tinggi dari tingkat kemampuannya, maka perlu adanya sumbersumber
penyedia dana guna memenuhi kebutuhan yang semakin berkembang ini.
Bank Tabungan Negara merupakan salah satu bank yang bergerak di bidang
perkreditan. Banyak kredit yang ditawarkan salah satunya adalah Kredit Agunan
Rumah (KAR). KAR ini dapat menjadi solusi bagi masyarakat dalam penyedia
dana kredit untuk kebutuhan yang konsumtif, misal renovasi rumah, sekolah anak.
Dalam pemberian kredit, Bank BTN memiliki kriteria khusus untuk dapat
memberikan pinjaman kepada nasabah sesuai dengan prosedur pemberian Kredit
Agunan Rumah (KAR) di BTN. Tujuan pengamatan ini adalah untuk mengetahui
prosedur pemberian Kredit Agunan Rumah ini di BTN.
Jenis pengamatan yang dilakukan adalah deskriptif kualitatif. Sumber data
diperoleh dari informan, peristiwa atau aktivitas, dokumen dan arsip dari Bank
Tabungan Negara. Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan
observasi atau pengamatan, wawancara dengan narasumber atau informan, dan
dengan mengkaji dokumen, buku atau arsip. Tehnik analisis data yang digunakan
adalah reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa prosedur pemberian Kredit Agunan Rumah di BTN ada beberapa tahap ,
yang pertama adalah tahap permohonan kredit dengan pemohon datang langsung
ke BTN membawa berkas-berkas yang diperlukan. Kedua tahap penyidikan dan
analisis kredit yakni meliputi survey lapangan (OTS) dan analisa kredit. Ketiga
adalah tahap realisasi kredit yakni keputusan bank untuk memberikan pinjaman
kepada debitur dengan semua syarat-syarat yang telah dipenuhi oleh debitur
sesuai dengan ketentuan bank. Yang keempat adalah tahap pengangsuran dan
pelunasan kredit yakni debitur harus memenuhi kewajibannya untuk mengangsur
kreditnya sesuai dengan kesepakatan sampai batas waktu jatuh tempo. Saran
kepada BTN untuk penataan arsip dokumen kredit agar lebih diperhatikan dan
dikelola dengan baik supaya memudahkan dalam pencarian apabila diperlukan
mendadak.

Berikut adalah info kredit pada bank BTN :




Keunggulan
       Suku bunga kompetitif
       Nilai Kredit Bebas
       Jangka waktu sangat flexible s.d. 10 tahun
       Perlindungan Asuransi Jiwa Kredit dan Asuransi Kebakaran

Biaya-biaya
Provisi, Administrasi, premi asuransi (jiwa, kebakaran dan bencana alam), biaya taksasi agunan, biaya notaris.

Persyaratan Pemohon
          WNI dan berdomisili di Indonesia
          Telah berusia 21 tahun atau telah menikah.
          Memiliki Pekerjaan dan Penghasilan Tetap sebagai pegawai tetap/wiraswasta/profesional dengan masa kerja/usaha minimal 1 tahun.
          Memiliki NPWP Pribadi



Daftar Pustaka :

http://www.btn.co.id/produk/produk-kredit/kredit-perorangan/kredit-griya-multi.aspx

Pengaruh Penyaluran Kredit Pada UMKM Kreatif

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jika berbicara ekonomi kreatif itu intinya mempunyai nilai tambah. Dengan kreatifitas itu bisa menjual produk tersebut.Akan didorong pelaku industri kreatif menggandeng desainer sebagai upaya pengembangan produk selalu berinovasi.Satu produk bisa menjadi produk bernilai jual tinggi dengan sentuhan dan pengembangan merek serta terdaftar Hak Kekayaan Intelektual.Untuk bisa masuk pasar ekspor harus memahami selera konsumen. Dengan memfasilitasi antara buyer dengan pelaku industri kreatif dengan mengadakan pameran berkelas internasional.Ekonomi kreatif merupakan pendapatan yang bisa membantu sektor perpajakan.

Upaya pemerintah mengembangkan ekonomi kreatif sesuai dengan Instruksi Presiden No 6/2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif Tahun 2009-2015. Bank Indonesia menyebutkan penyaluran kredit usaha mikro kecil dan menengah kepada sektor industri kreatif berkisar 17,4% atau relatif kecil dibandingkan dengan non industri kreatif.

Data BI mencatat penyaluran kredit untuk industri kreatif per Agustus 2014 senilai Rp115,4 triliun (17,4%), sedangkan kredit non-industri kreatif Rp535,8 triliun (82,6%). Sementara kredit untuk sektor kerajinan Rp52,7 triliun (46,8%), fesyen Rp26,3 triliun (23,3%) dan desain senilai Rp14,8 triliun (13,1%).

Berdasarkan komposisi usaha di Indonesia untuk industri kreatif hanya 9,67%. Oleh karena itu, perbankan perlu mendorong penyaluran kredit supaya industri ini berkembang pesat.

Program BI tahun depan yakni memberikan pelatihan pencatatan keuangan. Dalam hal ini, para pelaku UMKM diajari untuk menggunakan metode keuangan secara baik.

Pencatatan keuangan bagi industri kecil, sangat penting mengingat perbankan akan menyalurkan kredit dengan mengecek terlebih dulu sejauh mana perusahaan itu dapat membuat neraca keuangan, rugi-laba, cash flow, cash in, dan cash out flow.

Perbankan tidak semudah memberikan kredit kepada perusahaan besar dengan manajemen keuangan yang sudah tertata rapi.Jika pencatatan keuangan sudah rapi, diyakini bank akan segera menyalurkan kredit. Karena bank sudah tahu siapa saja yang layak diberikan kredit.

Program BI dalam pencatatan keuangan bagi industri kecil atau industri kreatif akan direalisasikan dengan menggandeng dengan beberapa universitas.Rencananya, program tersebut akan dibuat silabus khusus untuk mempermudah pelaku UMKM memahaminya.

Selanjutnya diharapkan porsi penyaluran kredit bagi industri kreatif semakin besar.Step by step akan didorong pelaku industri kecil untuk memperbaiki manajemen keuangan.Kontribusi industri kreatif terhadap produk domestik bruto Indonesia meningkat setiap tahun.

Pada 2010-2013 industri ini merupakan penyumbang PDB ketujuh dari 10 sektor ekonomi atau 7,05% setara dengan Rp641,8 miliar.

Adapun dari 15 subsektor industri kreatif yang memiliki nilai tambah bruto terbesar yakni kuliner senilai Rp208,6 miliar (32,51%) dan terendah pasar seni dan barang antik dengan kontribusi NTB senilai Rp2,01 miliar.Ekonomi kreatif sudah ada sejak lama. Namun perhatian pemerintah baru digarap serius pada 2004 atau era mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Indonesia juga telah mengalami krisis ekonomi yang menyebabkan jatuhnya perekonomian nasional. Banyak usaha-usaha skala besar pada berbagai sektor termasuk industri, perdagangan, dan jasa yang mengalami stagnasi bahkan sampai terhenti aktifitasnya pada tahun 1998. Namun, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dapat bertahan dan menjadi pemulih perekonomian di tengah keterpurukan akibat krisis moneter pada berbagai sektor ekonomi. Kegiatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu bidang usaha yang dapat berkembang dan konsisten dalam perekonomian nasional. UMKM menjadi wadah yang baik bagi penciptaan lapangan pekerjaan yang produktif. UMKM merupakan usaha yang bersifat padat karya, tidak membutuhkan persyaratan tertentu seperti tingkat pendidikan, keahlian (keterampilan) pekerja, dan penggunaan modal usaha relatif sedikit serta teknologi yang digunakan cenderung sederhana. UMKM masih memegang peranan penting dalam perbaikan perekonomian Indonesia, baik ditinjau dari segi jumlah usaha, segi penciptaan lapangan kerja, maupun dari segi pertumbuhan ekonomi nasional yang diukur dengan Produk Domestik Bruto

Pada pemerintahan baru, akan dibentuk suatu badan atau wadah yang menangani dan mengelola ekonomi kreatif se-Indonesia.Di mana badan itu bertanggungjawab langsung kepada Presiden Joko Widodo.

Semoga dengan pemerintahan baru ini, ekonomi kreatif mendapatkan perhatian penuh.

2.1.3 Peranan UMKM di Bidang Sosial

Sulistyastuti (2004) berpendapat bahwa UMKM mampu memberikan manfaat sosial yaitu mereduksi ketimpangan pendapatan, terutama di negaranegara berkembang. Peranan usaha kecil tidak hanya menyediakan barang-barang dan jasa bagi konsumen yang berdaya beli rendah, tetapi juga bagi konsumen perkotaan lain yang berdaya beli lebih tinggi. Selain itu, usaha kecil juga 17 menyediakan bahan baku atau jasa bagi usaha menengah dan besar, termasuk pemerintah lokal. Tujuan sosial dari UMKM adalah untuk mencapai tingkat kesejahteraan minimum, yaitu menjamin kebutuhan dasar rakyat.

2.1.4. Ekonomi Kreatif Era ekonomi

kreatif merupakan pergeseran dari era ekonomi pertanian, era industrialisasi, dan era informasi. Departemen perdagangan (2008) mendefinisikan ekonomi kreatif sebagai wujud dari upaya mencari pembangunan yang berkelanjutan melalui kreativitas, yang mana pembangunan berkelanjutan adalah suatu iklim perekonomian yang berdaya saing dan memiliki cadangan sumber daya yang terbarukan. Peran besar yang ditawarkan ekonomi kreatif adalah pemanfaatan cadangan sumber daya yang bukan hanya terbarukan, bahkan tak terbatas, yaitu ide, gagasan, bakat atau talenta, dan kreativitas.

Ekonomi kreatif terdiri dari kelompok luas profesional, terutama mereka yang berada di dalam industri kreatif yang memberikan sumbangan terhadap garis depan inovasi. Mereka seringkali mempunyai kemampuan berpikir menyebar dan mendapatkan pola yang menghasilkan gagasan baru. Claire (2009) menulis tentang bagaimana menumbuhkan ekonomi kreatif di Tacoma, USA dengan menggunakan sebuah eksperimen yang diberi nama “Tacoma Experiment”. Dalam eksperimen ini direkrut 30 orang dengan latar belakang profesi dari berbagai bidang, diantaranya adalah dari bidang bisnis, pemerintahan, pendidikan, pekerja seni, dan bidang non-profit untuk bekerja selama setahun. Proses proyek eksperimen ini lebih kepada bagaimana 30 orang tersebut saling menjaga komunikasi antara satu dengan lainnya sehingga tercipta hubungan yang baik antara masing-masing orang.

Inti dari penelitian tersebut adalah sharing atau saling bertukar ide dan informasi antar individu dapat meningkatkan nilai kreativitas seseoarang. Nilai kreatifitas seseorang diyakini akan meningkat dengan adanya komunikasi tersebut. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian tersebut yang ingin menunjukkan bagaimana sebuah kota dapat menyatukan orang-orang dari berbagai bidang profesi, pebisnis, pemerintah, serta sektor-sektor non profit dalam menciptakan ekonomi kreatif yang lebih kuat. Penelitian tersebut cukup memberikan gambaran mengenai pengembangan ekonomi kreatif.

Togar (2008) menambahkan situasi bisnis yang persaingannya paling kejam tergambarkan kepada kita dalam ekonomi kreatif. Apabila ingin terus tumbuh dan berkembang, kelas kreatif di tidak pernah berpuas diri dan selalu mencari jalan untuk berinovasi. Kepandaian dalam membaca peluang, kecepatan menghadirkan produk dalam merebut peluang, kecermatan dalam memperhitungkan tingkat risiko berikut dengan rencana cadangan, kemampuan berkolaborasi dengan pihak lain, dan siasat yang jitu dalam menghadapi persaingan merupakan kunci sukses dalam industri ini. Oleh karena itu, ekonomi kreatif dapat dikatakan sebagai sistem transaksi penawaran dan permintaan yang bersumber pada kegiatan ekonomi yang digerakkan oleh sektor industri yang disebut Industri Kreatif.

Industri kreatif merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ekonomi kreatif. Istilah industri kreatif sendiri memiliki definisi yang beragam. Definisi industri kreatif yang saat ini banyak digunakan oleh pihak yang berkecimpung dalam industri kreatif adalah definisi berdasarkan UK DCMS Task Force dalam Primorac (2006) : “Creative Industries as those industries which have their origin in individual creativity, skill and talent, and which have a potential for wealth and job creation through the generation and exploitation of intellectual property and content”.

Departemen Perdagangan (2008) mendefinisikan industri kreatif sebagai industri yang berasal dari pemanfaatan kreatifitas, ketrampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta industri tersebut. Klasifikasi industri kreatif yang ditetapkan oleh tiap negara berbeda-beda. Tidak ada benar dan salah dalam pengklasifikasian industri kreatif. Hal tersebut tergantung dari tujuan analitik dan potensi suatu negara. Industri kreatif terbagi menjadi 14 sektor antara lain periklanan, arsitektur, pasar barang seni, kerajinan, desain, busana, video, film, dan fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer dan peranti lunak, televisi dan radio, serta riset dan pengembangannya.

Kathrin Muller, Christian Rammer, dan Johannes Truby (2008) mengemukakan tiga peran industri kreatif terhadap inovasi ekonomi dalam penelitiannya di Eropa. Yang pertama, industri kreatif adalah sumber utama dari ide-ide inovatif potensial yang berkontribusi terhadap pembangunan/inovasi produk barang dan jasa. Kedua, industri kreatif menawarkan jasa yang dapat digunakan sebagai input dari aktivitas inovatif perusahaan dan organisasi baik yang berada di dalam lingkungan industri kreatif maupun yang berada diluar industri kreatif. Terakhir, industri kreatif menggunakan teknologi secara intensif sehingga dapat mendorong inovasi dalam bidang teknologi tersebut. Industri 20 kreatif digambarkan sebagai kegiatan ekonomi yang berkeyakinan penuh pada kreativitas individu.

Industri kreatif perlu dikembangkan di Indonesia karena memiliki beberapa alasan. Pertama, dapat memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan seperti peningkatan lapangan pekerjaan, peningkatan ekspor, dan sumbangannya terhadap PDB. Kedua, menciptakan iklim bisnis positif yang berdampak pada sektor lain. Ketiga, membangun citra dan identitas bangsa seperti turisme, ikon Nasional, membangun budaya, warisan budaya, dan nilai lokal. Keempat, berbasis kepada sumber daya yang terbarukan seperti ilmu pengetahuan dan peningkatan kreatifitas. Kelima, menciptakan inovasi dan kreativitas yang merupakan keunggulan kompetitif suatu bangsa. Terakhir, dapat memberikan dampak sosial yang positif seperti peningkatan kualitas hidup dan toleransi sosial.

BAB III METODE PENILITIAN

3.1. Metode Pendekatan Masalah
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Hal ini dikarenakan metodologi penelitian kualitatif adalah suatu penelitian ilmiah yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti. Alamiah disini mempunyai arti bahwa penelitian kualitatif dilakukan dalam lingkungan yang alami tanpa adanya intervensi atau perlakuan yang diberikan oleh peneliti. Sangat tidak dibenarkan untuk memanipulasi atau mengubah latar penelitian (Moleong, 2005). Denzin dan Lincoln (1994) menganggap metodologi kualitatif mampu menggali pemahaman yang mendalam mengenai organisasi atau peristiwa khusus daripada mendeskripsikan bagian permukaan dari sampel besar dari sebuah populasi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan dalam rangka memahami kondisi UMKM berbasis ekonomi kreatif secara mendalam dengan latar alamiah tanpa adanya intervensi atau manipulasi baik dari penulis sendiri maupun dari pihak lain. Penulis menggunakan model fenomenologi dalam pendekatan kualitatif dimana model ini berusaha memahami arti dari suatu peristiwa yang terjadi karena adanya interaksi dari pihak-pihak yang terlibat, dimana pihak-pihak yang terlibat tersebut memiliki pemahaman atau interpretasi masing-masing (intersubjektif) terhadap setiap peristiwa yang akan menentukan tindakannya. Creswell (1998) menambahkan bahwa dalam disiplin ilmu-ilmu sosial, model fenomenologi lebih sesuai dengan pendekatan psikologi yang memfokuskan pada arti pengalaman individual dari subjek yang diteliti. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk memahami secara lebih baik dan mendalam tentang kondisi serta permasalahan yang dihadapi oleh pelaku UMKM berbasis ekonomi kreatif.
Pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM) 
UKM adalah singkatan dari usaha kecil dan menengah. Ukm adalah salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara maupun daerah, begitu juga dengan negara indonesia ukm ini sangat memiliki peranan penting dalam lajunya perekonomian masyarakat. Ukm ini juga sangat membantu negara/pemerintah dalam hal penciptaan lapangan kerja baru dan lewat ukm juga banyak tercipta unit unit kerja baru yang menggunakan tenaga-tenaga baru yang dapat mendukung pendapatan rumah tangga. Selain dari itu ukm juga memiliki fleksibilitas yang tinggi jika dibandingkan dengan usaha yang berkapasitas lebih besar. Ukm ini perlu perhatian yang khusus dan di dukung oleh informasi yang akurat, agar terjadi link bisnis yang terarah antara pelaku usaha kecil dan menengah dengan elemen daya saing usaha, yaitu jaringan pasar. Terdapat dua aspek yang harus dikembangkan untuk membangun jaringan pasar, aspek tersebut.

Kinerja nyata yang dihadapi oleh sebagian besar usaha terutama mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia yang paling menonjol adalah rendahnya tingkat produktivitas, rendahnya nilai tambah, dan rendahnya kualitas produk. Walau diakui pula bahwa UMKM menjadi lapangan kerja bagi sebagian besar pekerja di Indonesia , tetapi kontribusi dalam output nasional di katagorikan rendah. Hal ini dikarenakan UMKM, khususnya usaha mikro dan sektor pertanian (yang banyak menyerap tenaga kerja), mempunyai produktivitas yang sangat rendah. Bila upah dijadikan produktivitas, upah rata-rata di usaha mikro dan kecil umumnya berada dibawah upah minimum. Kondisi ini merefleksikan produktivitas sektor mikro dan kecil yang rendah bila di bandingkan dengan usaha yang lebih besar.

Untuk meningkatkan daya saing UMKM diperlukan langkah bersama untuk mengangkat kemampuan teknologi dan daya inovasinnya. Dalam hal ini inovasi berarti sesuatu yang baru bagi si penerima yaitu komunitas UMKM yang bersangkutan. Kemajuan ekonomi terkait dengan tingkat perkembangan yang berarti tahap penguasaan teknologi. sebagian terbesar bersifat STATIS atau tidak terkodifikasi dan dibangun di atas pengalaman. Juga bersifat kumulatif ( terbentuk secara ‘incremental’ dan dalam waktu yang tertentu ). Waktu penguasaan teknologi ini bergantung pada sektor industrinya ( ‘sector specific’) dan proses akumulasinya mengikuti trajektori tertentu yang khas.

Di antara berbagai faktor penyebabnya, rendahnya tingkat penguasaan teknologi dan kemampuan wirausaha di kalangan UMKM menjadi isue yang mengemuka saat ini. Pengembangan UMKM secara parsial selama ini tidak banyak memberikan hasil yang maksimal terhadap peningkatan kinerja UMKM, perkembangan ekonomi secara lebih luas mengakibatkan tingkat daya saing kita tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga kita seperti misalnya cina dan Malaysia. Karena itu kebijakan bagi UMKM bukan karena ukurannya yang kecil, tapi karena produktivitasnya yang rendah. Peningkatan produktivitas pada UMKM, akan berdampak luas pada perbaikan kesejahteraan rakyat karena UMKM adalah tempat dimana banyak orang menggantungkan sumber kehidupannya. Salah satu alternatif dalam meningkatkan produktivitas UMKM adalah dengan melakukan modernisasi sistem usaha dan perangkat kebijakannya yang sistemik sehingga akan memberikan dampak yang lebih luas lagi dalam meningkatkan daya saing daerah.

Ciri-ciri perusahaan kecil dan menengah di Indonesia, secara umum adalah: 
·         Manajemen berdiri sendiri, dengan kata lain tidak ada pemisahan yang tegas antara pemilik   dengan pengelola perusahaan. Pemilik adalah sekaligus pengelola dalam UKM. Modal disediakan oleh seorang pemilik atau sekelompok kecil pemilik modal. 
·         Daearh operasinya umumnya lokal, walaupun terdapat juga UKM yang memiliki orientasi luar negeri, berupa ekspor ke negara-negara mitra perdagangan. 
·         Ukuran perusahaan, baik dari segi total aset, jumlah karyawan, dan sarana prasarana yang kecil Usaha Kecil Menengah tidak saja memiliki kekuatan dalam ekonomi, namun juga kelemahan, berikut ini diringkas dalam bentuk tabel: Kekuatan dan Kelemahan UKM 
KEKUATAN KELEMAHAN 
·         KEBEBASAN UNTUK BERTINDAK 
·         MODAL DALAM PENGEMBANGAN TERBATAS 
·         MENYESUAIKAN KEPADA KEBUTUHAN SETEMPAT 
·         SULIT UNTUK MENDAPATKAN KARYAWAN 
·         PERAN SERTA DALAM MELAKUKAN USAHA/TINDAKAN 
·         RELATIF LEMAH DALAM SPESIALISASI

Segala usaha bisnis dijalankan dengan azas manfaat, yaitu bisnis harus dapat memberikan manfaat tidak saja secara ekonomi dalam bentuk laba usaha, tetapi juga kelangsungan usaha. Beberapa faktor penentu keberhasilan usaha adalah: ·         Kemampuan mengembangkan dan mengimplementasikan rencana perusahaan, baik jangka pendek maupun panjang.
·         Kapabilitas dan kompetensi manajemen. 
·         Perusahaan dapat memenuhi kebutuhan modal untuk menjalankan usaha. Krisis global dunia telah menggagalkan, bahkan membangkrutkan banyak bisnis di dunia. Di tengah krisis global yang melanda dunia tahun 2008-2009, Indonesia menjadi salah satu negara korban krisis global, walaupun kita telah belajar dari pengalaman sebelumnya bahwa sektor UKM tahan krisis, namun tetap saja harus ada kewaspadaan akan dampak krisis ini terhadap sektor UKM,dan ada beberapa tantangan UKM dalam menghadapi era krisis global yaitu : 
·         Tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan operasi. Kebanyakan UKM dikelola oleh perorangan yang merangkap sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan, serta memanfaatkan tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya. 
·         Sebagian besar usaha kecil ditandai dengan belum dipunyainya status badan hukum. Mayoritas UKM merupakan perusahaan perorangan yang tidak berakta notaris, 4,7% tergolong perusahaan perorangan berakta notaris, dan hanya 1,7% yang sudah memiliki badan hukum (PT/ NV, CV, Firma, atau koperasi). 
·         Masalah utama yang dihadapi dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja adalah tidak terampil dan mahalnya biaya tenaga kerja. Regenerasi perajin dan pekerja terampil relatif lambat. Akibatnya, di banyak sentra ekspor mengalami kelangkaan tenaga terampil untuk sektor tertentu. 
·         Dalam bidang pemasaran, masalahnya terkait dengan banyaknya pesaing yang bergerak dalam industri yang sama, relatif minimnya kemampuan bahasa asing sebagai suatu hambatan dalam melakukan negosiasi, dan penetrasi pasar di luar negeri. Dan salah satu langkah strategis untuk mengamankan UKM dari ancaman dan tantangan krisis global adalah dengan melakukan penguatan pada multi-aspek. Salah satu yang dapat berperan adalah aspek kewirausahaan. Wirausaha dapat mendayagunakan segala sumber daya yang dimiliki, dengan proses yang kreatif dan inovatif, menjadikan UKM siap menghadapi tantangan krisis global. Beberapa peran kewirausahaan dalam mengatasi tantangan di UKM adalah: 
1.Memiliki daya pikir kreatif, yang meliputi: 
a)      Selalu berpikir secara visionaris (melihat jauh ke depan), sehingga memiliki perencanaan tidak saja jangka pendek, namun bersifat jangka panjang (stratejik). 
b)      Belajar dari pengalaman orang lain, kegagalan, dan dapat terbuka menerima kritik dan saran untuk masukan pengembangan UKM. 
2.Bertindak inovatif, yaitu: 
a)      berusaha meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas dalam setiap aspek kegiatan UKM. 
b)      Meningkatkan kewaspadaan dalam menghadapi persaingan bisnis. 
3.Berani mengambil resiko, dan menyesuaikan profil resiko serta mengetahui resiko dan manfaat dari suatu bisnis. UKM harus memiliki manajemen resiko dalam segala aktivitas usahanya. Sementara untuk mengatasi masalah yang ada di UKM saat ini, tidak saja dibutuhkan 3 sikap di atas, namun juga diperlukan langkah-langkah pendukung dari manajemen UKM, dalam aspek penataan manajemen UKM . Beberapa aspek pengelolaan manajemen UKM yang harus dibenahi dapat dibuat daftar nya sbb: key indicator pengelolaan UKM 
·         Personil 
·         Fasilitas fisik. 
·         Akuntansi 
·         Keuangan 
·         Pembelian 
·         Pengurusan barang dagangan 
·         Penjualan/Marketing 
·         Advertensi 
·         Resiko 
·          Penyelenggaraan sehari-hari

Banyak text book yang telah mendefinisikan ciri-ciri kewirausahaan dari berbagai aspek, semisalnya gender, produk yang dihasilkan, usia, serta profil psikologis, seperti yang ditulis oleh Griffin & Ebert (2005) dan Boone (2007), yang dapat diringkas sbb: 
1.Mempunyai hasrat untuk selalu bertanggung jawab bisnis dan sosial 
2.Komitmen terhadap tugas 
3. Memilih resiko yang moderat 
4. Merahasiakan kemampuan untuk sukses 
5. Cepat melihat peluang 
6. Orientasi ke masa depan 
7. Selalu melihat kembali prestasi masa lalu 
8. Memiliki skill dalam organisasi 
9. Toleransi terhadap ambisi 
10. Fleksibilitas tinggi
Memang cukup berat tantangan yang dihadapi untuk memperkuat struktur perekonomian nasional. Pembinaan pengusaha kecil harus lebih diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pengusaha kecil menjadi pengusaha menengah. Namun disadari pula bahwa pengembangan usaha kecil menghadapi beberapa kendala seperti tingkat kemampuan, ketrampilan, keahlian, manajemen sumber daya manusia, kewirausahaan, pemasaran dan keuangan. Lemahnya kemampuan manajerial dan sumberdaya manusia ini mengakibatkan pengusaha kecil tidak mampu menjalankan usahanya dengan baik. Secara lebih spesifik, masalah dasar yang dihadapi pengusaha kecil adalah: Pertama, kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan memperbesar pangsa pasar. Kedua, kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh jalur terhadap sumber-sumber permodalan. Ketiga, kelemahan di bidang organisasi dan manajemen sumber daya manusia. Keempat, keterbatasan jaringan usaha kerjasama antar pengusaha kecil (sistem informasi pemasaran). Kelima, iklim usaha yang kurang kondusif, karena persaingan yang saling mematikan. Keenam, pembinaan yang telah dilakukan masih kurang terpadu dan kurangnya kepercayaan serta kepedulian masyarakat terhadap usaha kecil.

Masalahnya kini, apakah kemitraan hanya sekedar retorika politis semata, ataukah memang secara kongkrit dan konsisten hendak diwujudkan dengan tindakan nyata? Komitmen kemitraan dirasakan bagaikan angin segar bagi kebanyakan usaha kecil. Harapan mereka adalah agar program kemitraan ini tidak hanya seperti angin sepoi-sepoi yang cepat berlalu. Semoga kemitraan tidak hanya sekedar menjadi mitos. Berdasarkan pemaparan UKM dan kewirausahaan di atas, maka penulis mengambilkesimpulan sbb: 
•Usaha Kecil Menegah (UKM) Indonesia telah membuktikan perannya sebagai kontributor pertumbuhan ekonomi Indonesia, dengan membuktikan diri secarahistoris tahan terhadap krisis. 
•Setidaknya ada 7 tantangan yang dihadapi oleh UKM dalam krisis finansial global yang dapat mengancam daya saing dan operasional UKM. 
•Aspek kewirausahaan dapat berperan dalam menghadapi tantangan yang dihadapi UKM, yaitu bagaimana UKM harus dapat bertindak inovatif, berpikir kreatif, dan berani mengambil resiko. Penulis juga mengemukakan saran pengembangan UKM sebagai berikut: 
•UKM harus memiliki manajemen resiko yang baik dalam rangka pengelolaan usaha, untuk itu disarankan adanya perhatian dan pengelolaan perusahaan berdasarkan kepada resiko yang ada. 
•Kewirausahaan tidak akan berjalan jika tida memiliki sikap mental positif. Olehkarena itu, pelaku UKM diharapkan memiliki sikap mental positif sebagai syarautama untuk berpikir kreatif, bekerja secara inovatif, dan berani mengambil resiko.

PENGEMBANGAN KOPRASI DAN USAHA MIKRO,KECIL DAN MENENGAH

A.     Kondisi Umum
Pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan Koperasi merupakan langkah yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan perekonomian dari sebagian terbesar rakyat Indonesia, khususnya melalui penyediaan lapangan kerja dan mengurangi kesenjangan dan tingkat kemiskinan. Dengan demikian upaya untuk memberdayakan UMKM harus terencana, sistematis dan menyeluruh baik pada tataran makro, meso dan mikro yang meliputi (1) penciptaan iklim usaha dalam rangka membuka kesempatan berusaha seluas-luasnya, serta menjamin kepastian usaha disertai adanya efisiensi ekonomi; (2) pengembangan sistem pendukung usaha bagi UMKM untuk meningkatkan akses kepada sumber daya produktif sehingga dapat memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya, terutama sumber daya lokal yang tersedia; (3) pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif usaha kecil dan menengah (UKM); dan (4) pemberdayaan usaha skala mikro untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi di sektor informal yang berskala usaha mikro, terutama yang masih berstatus keluarga miskin. Selain itu, peningkatan kualitas koperasi untuk berkembang secara sehat sesuai dengan jati dirinya dan membangun efisiensi kolektif terutama bagi pengusaha mikro dan kecil.

Perkembangan peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang besar ditunjukkan oleh jumlah unit usaha dan pengusaha, serta kontribusinya terhadap pendapatan nasional, dan penyediaan lapangan kerja. Pada tahun 2003, persentase jumlah UMKM sebesar 99,9 persen dari seluruh unit usaha, yang terdiri dari usaha menengah sebanyak 62,0 ribu unit usaha dan jumlah usaha kecil sebanyak 42,3 juta unit usaha yang sebagian terbesarnya berupa usaha skala mikro. UMKM telah menyerap lebih dari 79,0 juta tenaga kerja atau 99,5 persen dari jumlah tenaga kerja pada tahun 2004 jumlah UMKM diperkirakan telah melampaui 44 juta unit. Jumlah tenaga kerja ini meningkat rata-rata sebesar 3,10 persen per tahunnya dari posisi tahun 2000. Kontribusi UMKM dalam PDB pada tahun 2003 adalah sebesar 56,7 persen dari total PDB nasional, naik dari 54,5 persen pada tahun 2000. Sementara itu pada tahun 2003, jumlah koperasi sebanyak 123 ribu unit dengan jumlah anggota sebanyak 27.283 ribu orang, atau meningkat masing-masing 11,8 persen dan 15,4 persen dari akhir tahun 2001.

Berbagai hasil pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan koperasi dan UMKM pada tahun 2004 dan 2005, antara lain ditunjukkan oleh tersusunnya berbagai rancangan peraturan perundangan, antara lain RUU tentang penjaminan kredit UMKM dan RUU tentang subkontrak, RUU tentang perkreditan perbankan bagi UMKM, RPP tentang KSP, tersusunnya konsep pembentukan biro informasi kredit Indonesia, berkembangnya pelaksanaan unit pelayanan satu atap di berbagai kabupaten/kota dan terbentuknya forum lintas pelaku pemberdayaan UKM di daerah, terselenggaranya bantuan sertifikasi hak atas tanah kepada lebih dari 40 ribu pengusaha mikro dan kecil di 24 propinsi, berkembangnya jaringan layanan pengembangan usaha oleh BDS providers di daerah disertai terbentuknya asosiasi BDS providers Indonesia, meningkatnya kemampuan permodalan sekitar 1.500 unit KSP/USP di 416 kabupaten/kota termasuk KSP di sektor agribisnis, terbentuknya pusat promosi produk koperasi dan UMKM, serta dikembangkannya sistem insentif pengembangan UMKM berorientasi ekspor dan berbasis teknologi di bidang agroindustri. Hasil-hasil tersebut, telah mendorong peningkatan peran koperasi dan UMKM terhadap perluasan penyediaan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan peningkatan pendapatan. Perkembangan UMKM yang meningkat dari segi kuantitas tersebut belum diimbangi oleh meratanya peningkatan kualitas UMKM. Permasalahan klasik yang dihadapi yaitu rendahnya produktivitas. Keadaan ini disebabkan oleh masalah internal yang dihadapi UMKM yaitu: rendahnya kualitas SDM UMKM dalam manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, dan pemasaran, lemahnya kewirausahaan dari para pelaku UMKM, dan terbatasnya akses UMKM terhadap permodalan, informasi, teknologi dan pasar, serta faktor produksi lainnya. Sedangkan masalah eksternal yang dihadapi oleh UMKM diantaranya adalah besarnya biaya transaksi akibat iklim usaha yang kurang mendukung dan kelangkaan bahan baku. Juga yang menyangkut perolehan legalitas formal yang hingga saat ini masih merupakan persoalan mendasar bagi UMKM di Indonesia, menyusul tingginya biaya yang harus dikeluarkan dalam pengurusan perizinan. Sementara itu, kurangnya pemahaman tentang koperasi sebagai badan usaha yang memiliki struktur kelembagaan (struktur organisasi, struktur kekuasaan, dan struktur insentif) yang unik/khas dibandingkan badan usaha lainnya, serta kurang memasyarakatnya informasi tentang praktek-praktek berkoperasi yang benar (best practices) telah menyebabkan rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi. Bersamaan dengan masalah tersebut, koperasi dan UMKM juga menghadapi tantangan terutama yang ditimbulkan oleh pesatnya perkembangan globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan bersamaan dengan cepatnya tingkat kemajuan teknologi. Secara umum, perkembangan koperasi dan UMKM dalam tahun 2006 diperkirakan masih akan menghadapi masalah mendasar dan tantangan sebagaimana dengan tahun sebelumnya, yaitu rendahnya produktivitas, terbatasnya akses kepada sumber daya produktif, rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi, dan tertinggalnya kinerja koperasi.

B.     Sasaran Pembangunan tahun 2006

Sasaran pemberdayaan koperasi dan UMKM dalam tahun 2006 adalah: 
1.       Meningkatnya produktivitas dan nilai ekspor produk usaha kecil dan menengah; 
2.       Berkembangnya usaha koperasi dan UMKM di bidang agribisnis di perdesaan; 
3.       Tumbuhnya wirausaha baru berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi; dan 
4.       Berkembangnya usaha mikro di perdesaan dan/atau di daerah tertinggal dan kantong- kantong kemiskinan; 
5.       Meningkatnya jumlah koperasi yang dikelola sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi.

C.     Arah Kebijakan Pembangunan tahun 2006
Kebijakan pemberdayaan koperasi dan UMKM dalam tahun 2006 secara umum diarahkan untuk mendukung upaya-upaya penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan, penciptaan kesempatan kerja dan peningkatan ekspor, serta revitalisasi pertanian dan perdesaan, yang menjadi prioritas pembangunan nasional dalam tahun 2006. Dalam kerangka itu, pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) diarahkan agar memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penciptaan kesempatan kerja, peningkatan ekspor dan peningkatan daya saing, sementara itu pengembangan usaha skala mikro diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan masyarakat berpendapatan rendah, khususnya di sektor pertanian dan perdesaan. Dalam rangka mendukung upaya penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan, dilakukan penyediaan dukungan dan kemudahan untuk pengembangan usaha ekonomi produktif berskala mikro/informal, terutama di kalangan keluarga miskin dan/atau di daerah tertinggal dan kantong-kantong kemiskinan. Pengembangan usaha skala mikro tersebut diarahkan untuk meningkatkan kapasitas usaha dan keterampilan pengelolaan usaha, serta sekaligus meningkatkan kepastian dan perlindungan usahanya, sehingga menjadi unit usaha yang lebih mandiri, berkelanjutan dan siap untuk tumbuh dan bersaing.

Pemberdayaan koperasi dan UKM juga diarahkan untuk mendukung penciptaan kesempatan kerja dan peningkatan ekspor, antara lain melalui peningkatan kepastian berusaha dan kepastian hukum, pengembangan sistem insentif untuk menumbuhkan wirausaha baru berbasis teknologi dan/atau berorientasi ekspor, serta peningkatan akses dan perluasan pasar ekspor bagi produk-produk koperasi dan UKM. Dalam rangka itu, UKM perlu diberi kemudahan dalam formalisasi dan perijinan usaha, antara lain dengan mengembangkan pola pelayanan satu atap untuk memperlancar proses dan mengurangi biaya perijinan. Di samping itu dikembangkan budaya usaha dan kewirausahaan, terutama di kalangan angkatan kerja muda, melalui pelatihan, bimbingan konsultasi dan penyuluhan, serta kemitraan usaha.

UMKM yang merupakan pelaku ekonomi mayoritas di sektor pertanian dan perdesaan adalah salah satu komponen dalam sistem pembangunan pertanian dan perdesaan. Oleh karena itu, kebijakan pemberdayaan UMKM di sektor pertanian dan perdesaan harus sejalan dengan dan mendukung kebijakan pembangunan pertanian dan perdesaan. Untuk itu, UMKM di perdesaan diberikan kesempatan berusaha yang seluas-luasnya dan dijamin kepastian usahanya dengan memperhatikan kaidah efisiensi ekonomi, serta diperluas aksesnya kepada sumberdaya produktif agar mampu memanfaatkan kesempatan usaha dan potensi sumberdaya lokal yang tersedia untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha agribisnis serta mengembangkan ragam produk unggulannya. Upaya ini didukung dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan lembaga keuangan lokal menjadi alternatif sumber pembiayaan bagi sektor pertanian dan perdesaan. Di samping itu, agar lembaga pembiayaan untuk sektor pertanian dan perdesaan menjadi lebih kuat dan tangguh, jaringan antar LKM dan antara LKM dan Bank juga perlu dikembangkan.
Daftar Pustaka

http://eprints.undip.ac.id/40407/UTAMA.pdf
http://financeroll.co.id/news/penyaluran-kredit-umkm-ke-sektor-industri-kreatif-sekitar-174/
http://www.neraca.co.id/article/51101/UMKM-Hadapi-Beban-Berat/
https://applelovestory.wordpress.com/pengembangan-usaha-kecil-menengah-ukm/

Kamis, 26 Maret 2015

Peranan Perbankan dalam pasar bebas ASEAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Belum kokohnya fundamental perekonomian Indonesia saat ini, mendorong pemerintah untuk terus memberdayakan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Sektor ini mampu menyerap tenaga kerja cukup besar dan memberi peluang bagi UMKM untuk berkembang dan bersaing dengan perusahaan yang lebih cenderung menggunakan modal besar (capital intensive). Eksistensi UMKM memang tidak dapat diragukan lagi karena terbukti mampu bertahan dan menjadi roda penggerak ekonomi, terutama pasca krisis ekonomi. Disisi lain, UMKM juga menghadapi banyak sekali permasalahan, yaitu terbatasnya modal kerja, Sumber Daya Manusia yang rendah, dan minimnya penguasaan ilmu pengetahuan serta teknologi (Sudaryanto dan Hanim, 2002). Kendala lain yang dihadapi UMKM adalah keterkaitan dengan prospek usaha yang kurang jelas serta perencanaan, visi dan misi yang belum mantap. Hal ini terjadi karena umumnya UMKM bersifat income gathering yaitu menaikkan pendapatan, dengan ciri-ciri sebagai berikut: merupakan usaha milik keluarga, menggunakan teknologi yang masih relatif sederhana, kurang memiliki akses permodalan (bankable), dan tidak ada pemisahan modal usaha dengan kebutuhan pribadi. Pemberdayaan UMKM di tengah arus globalisasi dan tingginya persaingan membuat UMKM harus mampu mengadapai tantangan global, seperti meningkatkan inovasi produk dan jasa, pengembangan sumber daya manusia dan teknologi, serta perluasan area pemasaran. Hal ini perlu dilakukan untuk menambah nilai jual UMKM itu sendiri, utamanya agar dapat bersaing dengan produk-produk asing yang kian membanjiri sentra industri dan manufaktur di Indonesia, mengingat UMKM adalah sektor ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia (Sudaryanto, 2011). Pada tahun 2011 UMKM mampu berandil besar terhadap penerimaan negara dengan menyumbang 61,9 persen pemasukan produk domestik bruto (PDB) melalui pembayaran pajak, yang diuraikan sebagai berikut : sektor usaha mikro menyumbang 36,28 persen PDB, sektor usaha kecil 10,9 persen, dan sektor usaha menengah 14,7 persen melalui pembayaran pajak. Sementara itu, sektor usaha besar hanya menyumbang 38,1 persen PDB melalui pembayaran pajak (BPS, 2011).3 Sebagian besar (hampir 99 persen), UMKM di Indonesia adalah usaha mikro di sektor informal dan pada umumnya menggunakan bahan baku lokal dengan pasar lokal. Itulah sebabnya tidak terpengaruh secara langsung oleh krisis global. Laporan World Economic Forum (WEF) 2010 menempatkan pasar Indonesia pada ranking ke-15. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia sebagai pasar yang potensial bagi negara lain. Potensi ini yang belum dimanfaatkan oleh UMKM secara maksimal. Perkembangan UMKM di Indonesia masih dihadapkan pada berbagai persoalan sehingga menyebabkan lemahnya daya saing terhadap produk impor. Persoalan utama yang dihadapi UMKM, antara lain keterbatasan infrastruktur dan akses pemerintah terkait dengan perizinan dan birokrasi serta tingginya tingkat pungutan. Dengan segala persoalan yang ada, potensi UMKM yang besar itu menjadi terhambat. Meskipun UMKM dikatakan mampu bertahan dari adanya krisis global namun pada kenyataannya permasalahan-permasalahan yang dihadapi sangat banyak dan lebih berat. Hal itu dikarenakan selain dipengaruhi secara tidak langsung krisis global tadi, UMKM harus pula menghadapi persoalan domestik yang tidak kunjung terselesaikan seperti masalah upah buruh, ketenaga kerjaan dan pungutan liar, korupsi dan lain-lain. Permasalahan lain yang dihadapi UMKM, yaitu adanya liberalisasi perdagangan, seperti pemberlakuan ASEAN- China Free Trade Area (ACFTA) yang secara efektif telah berlaku tahun 2010. Disisi lain, Pemerintah telah menyepakati perjanjian kerja sama ACFTA ataupun perjanjian lainnya, namun tanpa mempertimbangkan terlebih dahulu kesiapan UMKM agar mampu bersaing. Sebagai contoh kesiapan kualitas produk, harga yang kurang bersaing, kesiapan pasar dan kurang jelasnya peta produk impor sehingga positioning persaingan lebih jelas. Kondisi ini akan lebih berat dihadapi UMKM Indonesia pada saat diberlakukannya ASEAN Community yang direncanakan tahun 2015. Apabila kondisi ini dibiarkan, UMKM yang disebut mampu bertahan hidup dan tahan banting pada akhirnya akan bangkrut juga. Oleh karena itu, dalam upaya memperkuat UMKM sebagai fundamental ekonomi nasional, perlu kiranya diciptakan iklim investasi domestik yang kondusif dalam upaya penguatan pasar dalam negeri agar UMKM dapat menjadi penyangga (buffer) perekonomian nasional. Masalah lain yang dihadapi dan sekaligus menjadi kelemahan UMKM adalah kurangnya akses informasi, khususnya informasi pasar (Ishak, 2005). Hal tersebut 4 menjadi kendala dalam hal memasarkan produk-produknya, karena dengan terbatasnya akses informasi pasar yang mengakibatkan rendahnya orientasi pasar dan lemahnya daya saing di tingkat global. Miskinnya informasi mengenai pasar tersebut, menjadikan UMKM tidak dapat mengarahkan pengembangan usahanya secara jelas dan fokus, sehingga perkembangannya mengalami stagnasi. Kemampuan UMKM dalam menghadapi terpaan arus persaingan global memang perlu dipikirkan lebih lanjut agar tetap mampu bertahan demi kestabilan perekonomian Indonesia. Selain itu faktor sumber daya manusia di dalamnya juga memiliki andil tersendiri. Strategi pengembangan UMKM untuk tetap bertahan dapat dilakukan dengan peningkatan daya saing dan pengembangan sumber daya manusianya agar memiliki nilai dan mampu bertahan menghadapi pasar ACFTA, diantaranya melalui penyaluran perkreditan (KUR), penyediaan akses informasi pemasaran, pelatihan lembaga keuangan mikro melalui capacity building, dan pengembangan information technology (IT). Demikian juga upaya-upaya lainnya dapat dilakukan melalui kampanye cinta produk dalam negeri serta memberikan suntikan pendanaan pada lembaga keuangan mikro. Keuangan mikro telah menjadi suatu wacana global yang diyakini oleh banyak pihak menjadi metode untuk mengatasi kemiskinan (ref). Berbagai lembaga multilateral dan bilateral mengembangkan keuangan mikro dalam berbagai program kerjasama. Pemerintah di beberapa negara berkembang juga telah mencoba mengembangkan keuangan mikro pada berbagai program pembangunan. Lembaga swadaya masyarakat juga tidak ketinggalan untuk turut berperan dalam aplikasi keuangan mikro (Prabowo dan Wardoyo, 2003). 1.2 Perumusan Masalah Pasar bebas ASEAN yang akan efektif diberlakukan pada tahun 2015 merupakan titik rawan perjuangan UMKM dan ekonomi kerakyatan. Berbagai kemudahan perdagangan antar negara seperti pembebasan bea impor dan kemudahan birokrasi akan mendorong meningkatnya impor komoditas ke negara-negara ASEAN. Iklim perdagangan tidak hanya akan didominasi oleh negara-negara ASEAN saja, akan tetapi juga perlu dipertimbangkan kehadiran China dengan produk-produknya yang memiliki daya saing tinggi dilihat dari harga dan kandungan teknologi. Oleh karena itu dibutuhkan strategi yang tepat untuk meningkatkan daya saing dan sumber daya manusia khususnya untuk menghadapi pasar bebas ACFTA. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Capacity Building Secara umum capacity building adalah proses atau kegiatan memperbaiki kemampuan seseorang, kelompok, organisasi atau sistem untuk mencapai tujuan atau kinerja yang lebih baik (Brown et. al, 2001). Capacity building adalah pembangunan keterampilan (skills) dan kemampuan (capabilities), seperti kepemimpinan, manajemen, keuangan dan pencarian dana, program dan evaluasi, supaya pembangunan organisasi efektif dan berkelanjutan. Ini adalah proses membantu individu atau kelompok untuk mengidentifikasi dan menemukan permasalahan dan menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah dan melakukan perubahan. (Campobaso dan Davis, 2001) Capacity building difasilitasi melalui penetapan kegiatan bantuan teknik, meliputi pendidikan dan pelatihan, bantuan teknik khusus (specific technical assitance) dan penguatan jaringan. Prinsip yang perlu diterapkan adalah membangun keberdayaan ekonomi rakyat melalui pengembangan kapasitas (capacity building), mencakup : 1) kelembagaan; 2)pendanaan, 3) pelayanan. Di samping itu masalah internal yang harus dihadapi adalah masalah efisiensi, keterbatasan SDM dan teknologi (Krisnamurthi, 2002). 2.2 Pasar Bebas Asean dan ACFTA (Asean China Free Trade Area) Pasar bebas Asean akan diberlakukan pada tahun 2015. Hal ini menjadikan pemerintah Indonesia terus meningkatkan berbagai strategi untuk menghadapinya. Demikian juga, sejak disepakatinya perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China (ACFTA) yang mulai diberlakukan pada 1 Januari 2010 mengharuskan pemerintah Indonesia. Pertama, apakah pemerintah Indonesia untuk melakukan sosialisasi terhadap publik mengenai kesepakatan ACFTA. Disamping itu pemerintah Indonesia diharapkan memiliki strategi besar untuk menghadapi ACFTA. Terkait dengan persepsi publik terhadap kesepakatan ACFTA. Sosialisasi penting untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan pemerintah Indonesia sebelum ACFTA diberlakukan. Dalam surveinya, LSI mengajukan beberapa pertanyaan terhadap publik menyangkut ACFTA. Dari hasil survei tersebut diketahui bahwa hanya sebagian kecil saja publik Indonesia yang mengetahui atau pernah mendengar kesepakatan/perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China yang mulai berlaku pada 1 Januari 2010, terdapat 26,711 persen publik yang pernah mendengar mengenai kesepakatan perdagangan bebas ASEAN-China. Dari mereka yang pernah mendengar mengenai kesepakatan perdagangan bebas ASEAN-China, mayoritas publik (51,9 persen) mengatakan tidak setuju dengan kesepakatan perdagangan bebas. Ternyata temuan survei LSI tersebut menunjukkan bahwa publik cenderung mempersepsikan berlakunya ACFTA secara negatif. Publik menilai adanya perdagangan bebas ASEAN-China justru dapat membahayakan pasar dalam negeri dan ini jelas dapat merugikan neraca perdagangan Indonesia. Artinya China yang justru diuntungkan dengan adanya perdagangan bebas dan bukan Indonesia. Hal penting berikutnya terkait dengan kesiapan atau strategi besar pemerintah Indonesia menghadapi ACFTA. Dalam hal ini tampak bahwa pemerintah Indonesia sama sekali tidak mempersiapkan dirinya secara matang. Sebagaimana diakui oleh Menteri Perindustrian MS Hidayat yang mengatakan bahwa pemerintah tidak mempunyai strategi besar dalam menghadapi Kesepakatan Perdagangan Bebas ASEAN-China(ACFTA). Meskipun pemerintah Indonesia telah mengusulkan untuk melakukan renegosiasi untuk 228 pos tarif produk yang berpotensi injuries agar pengenaan bebas bea masuk dapat ditunda pelaksanaanya, namun hal itu tidak berjalan dan Indonesia terpaksa harus terus berjalan dengan mekanisme ACFTA. Akibatnya adalah enam produk terkena dampak langsung (injuries) karena ACFTA, yaitu industri tekstil dan produk tekstil/TPT, makanan dan minuman, elektronik, alas kaki, kosmetik, serta industri jamu. 2.3 Peningkatan Daya Saing Produk Indonesia Menurut Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menyebutkan bahwa daya saing adalah kemampuan perusahaan, industri, daerah, negara, atau antar daerah untuk menghasilkan faktor pendapatan dan faktor pekerjaan yang relatif tinggi dan berkesinambungan untuk menghadapi persaingan internasional. Oleh karena daya saing industri merupakan fenomena di tingkat mikro perusahaan, maka kebijakan pembangunan industri nasional didahului dengan mengkaji sektor industri secara utuh sebagai dasar pengukurannya. Sedangkan menurut Tambunan, 2001, tingkat daya saing suatu negara di kancah perdagangan internasional, pada dasarnya amat ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor keunggulan komparatif (comparative advantage) dan faktor keunggulan kompetitif(competitive advantage). Lebih lanjut, faktor keunggulan komparatif dapat dianggap ebagai faktor yang bersifat alamiah dan faktor keunggulan kompetitif dianggap sebagai faktor yang bersifat acquired atau dapat dikembangkan/diciptakan. Selain dua faktor tersebut, tingkat daya saing suatu negara sesungguhnya juga dipengaruhi oleh apa yang disebut Sustainable Competitive Advantage (SCA) atau keunggulan daya saing berkelanjutan. Ini terutama dalam kerangka menghadapi tingkat persaingan global yang semakin lama menjadi sedemikian ketat/keras atau Hyper Competitive. Analisis Persaingan yang super ketat (Hyper Competitive Analysis) menurut D’Aveni dalam (Hamdy, 2001), merupakan analisis yang menunjukkan bahwa pada akhirnya setiap negara akan dipaksa memikirkan atau menemukan suatu strategi yang tepat, agar negara/perusahaan tersebut dapat tetap bertahan pada kondisi persaingan global yang sangat sulit. Menurut Hamdy Hadi, strategi yang tepat adalah strategi SCA (Sustained Competitive Advantage Strategy) atau strategi yang berintikan upaya perencanaan dan kegiatan operasional yang terpadu, yang mengkaitkan 5 lingkungan eksternal dan internal demi pencapaian tujuan jangka pendek maupun jangka panjang, dengan disertai keberhasilan dalam mempertahankan/meningkatkan sustainable real income secara efektif dan efisien. Menurut The Global Competitiveness Report, tahun 2011 peringkat daya saing Indonesia mengalami penurunan menjadi 46 dibanding tahun 2010 yang berada di posisi Hal ini menuntut perlunya dilakukan kaji ulang terhadap kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Kementerian dan lembaga yang membidangi setiap pilar dan indikator yang mengalami penurunan peringkat perlu bekerja lebih dari biasa untuk menaikkan peringkat pada masing-masing indikator dan pilar daya saing tersebut. Selain itu, berbagai faktor umum yang menghambat peningkatan daya 2.4 Agency Theory Aplikasi agency theory dapat terwujud dalam kontrak kerja yang akan mengatur proporsi hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan tetap memperhitungkan kemanfaatan secara keseluruhan. Kontrak kerja merupakan seperangkat aturan yang mengatur mengenai mekanisme bagi hasil, baik yang berupa keuntungan, return maupun risiko-risiko yang disetujui oleh prinsipal dan agen. Kontrak kerja akan menjadi optimal bila kontrak dapat fairness yaitu mampu menyeimbangkan antara prinsipal dan agen yang secara matematis memperlihatkan pelaksanaan kewajiban yang optimal oleh agen dan pemberian insentif/imbalan khusus yang memuaskan dari prinsipal ke agen. Inti dari Agency Theory atau teori keagenan adalah pendesainan kontrak yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan prinsipal dan agen dalam hal terjadi konflik kepentingan (Scott, 1997); (Loudon and Loudon, 2007). Menurut Eisenhard (1989), teori keagenan dilandasi oleh 3 (tiga) buah asumsi yaitu: (a) asumsi tentang sifat manusia, (b) asumsi tentang keorganisasian, dan (c) asumsi tentang informasi. Teori Keagenan dapat dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut : BAB III PEMBAHASAN 3.1 Posisi UMKM Dalam Pasar Bebas Asean Dalam rangka menuju Pasar Bebas Asean 2015, masih banyak peluang UMKM untuk meraih pangsa pasar dan peluang investasi. Guna memanfaatkan peluang tersebut, maka tantangan yang terbesar bagi UMKM di Indonesia menghadapi Pasar Bebas Asean adalah bagaimana mampu menentukan strategi yang tepat guna memenangkan persaingan. Saat ini, struktur ekspor produk UMKM Indonesia banyak berasal dari industri pengolahan seperti furniture, makanan dan minuman, pakaian jadi atau garmen, industri kayu dan rotan, hasil pertanian terutama perkebunan dan perikanan, sedangkan di sektor pertambangan masih sangat kecil (hanya yang berhubungan dengan yang batubatuan, tanah liat dan pasir). Secara rinci barang ekspor UMKM antara lain alat-alat rumah tangga, pakaian jadi atau garmen, batik, barang jadi lainnya dari kulit, kerajinan dari kayu, perhiasan emas atau perak, mainan anak, anyaman, barang dari rotan, pengolahan ikan, mebel, sepatu atau alas kaki kulit, arang kayu/tempurung, makanan ringan dan produk bordir. Sedangkan bahan baku produksi UMKM yang digunakan adalah bahan baku lokal sisanya dari impor seperti plastik, kulit dan beberapa zat kimia. Beberapa kendala UMKM yang banyak dialami negara-negara berkembang termasuk Indonesia antara lain adalah masalah kurangnya bahan baku yang mesti harus diimpor dari negara lain untuk proses produksi. Disamping itu pemasaran barang, permodalan, ketersediaan energi, infrastruktur dan informasi juga merupakan permasalahan yang sering muncul kemudian, termasuk masalah-masalah non fisik seperti tingginya inflasi, skill, aturan perburuhan dan lain sebagainya. Tabel 3 di bawah ini memperlihatkan kendala-kendala yang sering dialami negara Asean termasuk Indonesa. 3.2 Pentingnya Pemberdayaan UMKM Penduduk Indonesia yang berjumlah lebih dari 240 juta orang (menurut sensus 2010), ternyata hanya 0,24 persen adalah para wirausaha (interpreneur), atau hanya sekitar 400.000 orang yang berkecimpung dalam dunia usaha atau UMKM. Padahal agar perekonomian Indonesia dapat berkembang lebih cepat diperlukan lebih dari 2 persen dari jumlah penduduk sebagai wirausaha atau berkecimpung dalam UMKM. Singapura, sebuah negara kecil namun mempunyai 7 persen dari jumlah penduduknya merupakan wirausaha dan mempunyai banyak UMKM. Sedangkan Malaysia, lebih dari 2 persen jumlah penduduknya merupakan para interpreneur yang berkecimpung dalam berbagai usaha mikro. Kebijakan Pendapatif BeaAnti Dumping , BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Strategi untuk mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia tidak terlepas dari dukungan perbankan dalam penyaluran kredit. Saat ini skim kredit yang sangat familiar di masyarakat adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR), yang khusus diperuntukkan bagi UMKM dengan kategori usaha layak, tanpa agunan. Selain itu penguatan lembaga pendamping UMKM dapat dilakukan melalui kemudahan akses serta peningkatan capacity building dalam bentuk pelatihan dan kegiatan penelitian yang menunjang pemberian kredit kepada UMKM. Strategi untuk mengantisipasi mekanisme pasar yang makin terbuka dan kompetitif khususnya di kawasan Asean adalah penguasaan pasar, yang merupakan prasyarat untuk meningkatkan daya saing UMKM. Agar dapat menguasai pasar, maka UMKM perlu mendapatkan informasi dengan mudah dan cepat, baik informasi mengenai pasar produksi maupun pasar faktor produksi untuk memperluas jaringan pemasaran produk yang dihasilkan oleh UMKM. Aplikasi teknologi informasi pada usaha mikro, kecil dan menengah akan mempermudah UMKM dalam memperluas pasar baik di dalam negeri maupun pasar luar negeri dengan efisien. Pembentukan Pusat Pengembangan UMKM berbasis IT dianggap mampu mendorong pertumbuhan dan perkembangan usaha mikro, kecil, dan menengah di era teknologi informasi saat ini. 4.2 Saran Untuk meningkatkan daya saing diperlukan sinergi antara peran pemerntah selaku pembuat kebijakan serta lembaga pendamping, khususnya lembaga keuangan mikro untuk mempermudah akses perkreditan dan perluasan jaringan informasi pemasaran. Selain itu, budaya mencintai produksi dalam negeri juga perlu dipupuk agar UMKM berkembang dan perekonomian nasional menjadi lebih kuat. Pelaku usaha mikro, kecil dan menengah perlu aktif untuk bekerjasama dan berkoordinasi dengan Pemerintah maupun Pemerintah Daerah untuk terus melakukan pembinaan dan pelatihan melalui peningkatan capacity building dan penerapan aplikasi information technology (IT), termasuk mengefektifkan kembali web Pemda-Pemda saat ini yang tidak optimal sebagai basis komunikasi UMKM di daerah.
DAFTAR PUSTAKA Bank Indonesia. 2011. Five Finger Philosophy:Upaya Memberdayakan UMKM, (online),(http://www.bi.go.id/web/id/UMKMBI/Koordinasi/Filosofi+Lima+Jari/,dia kses 3 oktober 2011) BPS. 2011. Produk Domestik Bruto. (online), (http://www.bps.go.id/index.php?news=730, diakses 12 oktober 2011 Djunaedi, Achmad. 2000. Pedoman Penulisan Tinjauan Pustaka. Yogyakarta : Pascasarjana UGM